Home

Anda pengunjung ke

Happy Birthday BPK PT

Happy Birthday BPK PT

Susunan Pengurus BPK Persekutuan Teruna GPIB Anugerah Periode 2010 - 2012

Pemilihan Pengurus BPK Persekutuan Teruna GPIB Anugerah yang dilakukan hari Minggu 7 NOvember 2010 pukul 13.00 mendapatkan hasil sebagai berikut :

KETUA : Kak Reco
SEKRETARIS : Kak Nila
BENDAHARA : Kak Tyas

Untuk sie pendukung yang lain akan dikoordinasikan lebih lanjut.

Selamat bertugas Kakak-kakak pengurus yang sudah terpilih.
Selalu berkarya untuk meningkatkan persekutuan dan untuk kemuliaan TUhan.

Tuhan Yesus memberkati

Rabu, 24 Februari 2010

IMPT, 21 February 2010, Yohanes 11 : 1- 44 lazarus dibangkitkan

LAZARUS - "YANG MAHAKUASA SENDIRI MENOLONG!"


Rekan-rekan yang baik!

Kisah pembangkitan Lazarus (Yoh 11:1-45, Injil Minggu Prapaskah V tahun A) membantu kita mengenali siapa Yesus yang akan dirayakan pada hari Paskah nanti. Kisah ini sederhana tapi sarat dengan makna. Ketika itu ia sedang di seberang sungai Yordan, di luar wilayah Yudea, menyingkiri orang-orang yang mau merajamnya di wilayah Bait Allah (lihat Yoh 10:31). Dari Betania dekat Yerusalem terdengar kabar mengenai Lazarus yang sedang sakit. Orang ini saudara Maria dan Marta, kenalan baik dan murid Yesus dari kalangan yang lebih luas. Dua hari kemudian Yesus mengajak murid-muridnya ke Yudea - dalam pengertian mereka - untuk melayat Lazarus. Kembali ke Yudea? Risiko! Tapi Yesus tetap mau ke sana. Tapi dia itu kan terang yang dibutuhkan agar orang tetap lurus berjalan, tanpa dia orang akan tersandung jatuh di kegelapan (ay. 9-10).

Iman kepercayaan tumbuh perlahan-lahan dan bersandar pada macam-macam hal yang tak terduga. Dalam kisah pembangkitan Lazarus ini kita akan belajar banyak dari orang-orang yang berperan dalam peristiwa itu: Marta, Maria, Lazarus, orang-orang Yahudi yang ada di situ, dan dari Yesus sendiri juga.

Dalam bacaan pertama (Yeh 37:12-14) disampaikan akhir dari pengalaman batin Nabi Yehezkiel (lihat pula ayat 1-8) dibawa Roh Tuhan ke sebuah lembah yang dipenuhi tulang-tulang kering. Di sana ia ditanyai apakah tulang-tulang itu dapat hidup kembali. Nabi menjawab hanya Tuhan-lah yang tahu. Tuhan pun menegaskan Dia-lah yang memberi nafas - roh - hidup sehingga tulang-tulang itu hidup kembali. Maka Nabi disuruhNya bernubuat demikian. Yehezkiel pun melakukan perintah itu. Tulang-tulang itu melambangkan hidup umat yang mengering binasa. Tetapi kini Tuhan sendiri mendatangi dan memberi mereka RohNya sehingga mereka hidup kembali dan tinggal di negeri mereka. Ini terjadi agar diketahui benar-benar bahwa sabda dari Yang Mahakuasa mengujud dalam kenyataan. Dalam pengalaman batin sang nabi, jelas Tuhan sendirilah yang kini mendatangi umat yang binasa, mengering, menjadi tulang-tulang yang terserak-serak. RohNya akan memberi mereka urat, daging, kulit, dan nafas hidup. Hidup mereka akan seirama dengan Tuhan. Ini penglihatan batin sang nabi yang mengajak orang mengerti betapa Yang Mahakuasa tetap dapat dan bersedia berbagi nafas kehidupan dengan umatNya. Namun ada satu hal yang amat penting. Ini semua dinubuatkan atas perintahNya sendiri. Dan baru sungguh terjadi bila diterima dengan tulus. Itulah iman. Penglihatan batin ini berisi ajakan ke sana.

Dalam kisah Lazarus yang disampaikan Yohanes kali ini akan dapat diikuti bagaimana ketulusan iman seperti itu bertumbuh.

SAATNYA KE YUDEA


Ketika mendengar bahwa Yesus tiba di Betania, Marta pergi menyongsongnya di luar. Terjadilah pembicaraan yang menyentuh perasaan (ay. 21-27). Marta percaya, bila Yesus ada di situ ketika Lazarus sedang sakit, pasti ia tidak akan mati. Tapi sayang ia ada di tempat lain. Memang Yesus masih menunggu dua hari di seberang Yordan setelah mendengar berita mengenai sakitnya Lazarus (ay. 6). Terlambat!


Mengapa Yesus sengaja berlama-lama di seberang Yordan? Hendak membiarkan Lazarus mati dulu agar ia bisa bermukjizat? Penjelasan seperti ini tidak klop dengan akal sehat, juga tidak cocok dengan cara Yohanes menggambarkan Yesus. Di Kana dulu, kita ingat, ketika ibunya mengatakan persediaan anggur habis, Yesus malah menenangkannya (Yoh 2:4) dan mengatakan bahwa saatnya belum tiba. Kini ketika mendengar berita mengenai sakitnya Lazarus, Yesus menunggu saat yang tepat baginya. Kita boleh sedikit menengok ke depan: di kayu salib pada saat terakhir (Yoh 19:30) ia berseru: "Sudah tercapai!" harfiahnya "Sudah selesai!" dan ia menundukkan kepala dan menyerahkan nyawanya. Jelas, tinggal dua hari lebih lanjut di seberang Yordan itu untuk menanti saat yang tepat mengajak murid-murid ke Yudea. Terbayang pribadi orang bertindak sesuai dengan saat Yang Ilahi sendiri bertindak dan dengan demikian dapat menjadi tanda kehadiranNya di dunia ini. Penting disadari juga bahwa tujuan utama perjalanannya ialah "ke Yudea", bukan pertama-tama untuk mendatangi Lazarus yang akrab dengannya sekalipun. Dan arti ke Yudea jelas: menyongsong hari-hari ia ditolak, ditangkap, disalibkan, tapi juga dibangkitkan oleh Bapanya. Dalam rangka itulah Yesus pergi mendapati sahabatnya yang telah meninggal.

MARTA DAN MARIA

Baik Marta maupun Maria berkata bahwa seandainya Yesus ada di situ pastilah saudara mereka tidak mati (ay. 21 dan 32). Ini ungkapan kepercayaan yang tebal tanpa meremehkan perasaan menyesalkan kenapa kok dia tak ada di situ di saat-saat orang membutuhkannya.

Pendengar Injil kini boleh merasa siap ikut di dalam pembicaraan mereka. Tak ada yang meragukan bahwa Lazarus itu orang yang berjalan bersama dengan Yesus - sang terang sendiri. Lazarus orang yang dikasihi Yesus. Artinya, bukan sahabat akrab semata-mata. Bukan sisi itulah yang ditekankan. Orang yang dikasihi artinya dia yang rela menerima janji Yesus dan dengan demikian Yesus bertanggung jawab mengenai dia di hadapan Yang Mahakuasa, yakni Bapanya. Karena itu, Yesus mengatakan kepada Marta bahwa Lazarus akan bangkit (ay. 23). Yesus sendiri akan membawa hal ini ke hadapan BapaNya seperti dilakukannya nanti (ay. 41-42). Marta tidak segera menangkap. Yesus kembali menegaskan bahwa dia sendirilah kebangkitan (ay. 25). Baru dengan demikian Marta berani mempercayainya. Ia menegaskan (ay. 27) bahwa Yesus itu "Mesias, Anak Allah, dan dia yang akan datang ke dalam dunia." Maksudnya, dia itu orang yang diberi kuasa ilahi dan amat dekat dengan Allah sendiri, dan akan selalu hadir di antara manusia dengan segala suka dukanya. Tiga gelar itu mengungkapkan kesadaran akan siapa Yesus yang masih ada dalam ingatan orang beriman awal.

Arti nyata dari kata-kata Marta itu ditunjukkan kepada kita oleh Maria. Dalam ay. 32, Maria yang bertemu Yesus langsung bersujud di depan kakinya. Tindakan ini membadankan pernyataan Marta. Sujudnya Maria itu pengakuan bahwa Yesus itu dia yang diberi kuasa datang di tengah-tengah manusia di dunia ini dan menyertainya mendekat kepada Bapanya seperti Yesus sendiri dekat kepadaNya. Sekali lagi, pembaca diajak Yohanes memandangi kedua perempuan itu dan belajar dari mereka.


LAZARUS

Sudah empat hari Lazarus mati. Marta berkata, ia sudah membusuk (ay. 39). Terlambat untuk bangkit kembali! Tapi Yesus membuat Marta dan kita-kita ini ingat, bila kita percaya maka kita akan melihat kemuliaan Allah (ay. 40). Maksudnya, bila Marta atau siapa saja mau memasrahkan urusan yang toh tidak dapat kita tangani sendiri kepada dia yang diberi kuasa ilahi, kebesaran ilahi akan bisa dialami, entah apa bentuknya. Akhir peristiwa ini dapat diikuti dari Injil sendiri. Lazarus dipanggil keluar. Bahkan orang yang sudah mati empat hari dan membusuk itu masih taat kepada dia yang mendapat kuasa ilahi (Mesias) untuk membawa ke dekat kehadiran ilahi, yakni dirinya sendiri (Anak Allah) dan mendatangi dunia yang gelap di dalam kubur tadi. Maklum, dalam Injil Yohanes pengertian "dunia" dipakai dalam arti tempat gelap yang butuh diterangi kehadiran ilahi.

Orang yang sudah mati pun menaati kata-katanya! Peristiwa ini hebat. Tetapi makin didalami makin tak perlu membuat heran. Lazarus kan orang yang dikasihi, artinya, orang yang telah berjanji mau pasrah kepadanya dan menerima janji akan dilindungi. Orang seperti itu selalu dan tetap mendengarkan dia yang bersabda, tidak akan terhalang apapun, juga tidak oleh kematian. Inilah kenyataan yang tak kasat mata jasmani dan tak tecerna pikiran tapi bisa dicerap indra batin dan kepekaan iman. Yohanes juga mengajak kita belajar dari Lazarus si orang mati itu. Kematian tidak menutup pendengarannya bagi sabda ilahi.


Seperti Marta dan Maria, Lazarus pun mengungkapkan kepercayaan kepada Yesus dengan caranya sendiri: ia berjalan keluar dari kubur, menembus tabir maut, mendekat kepada dia yang memanggilnya. Dan ia pun kembali berada di tengah-tengah orang hidup.

YESUS

Ketika melihat Maria menangis dan menyaksikan ratapan orang-orang di situ, dikatakan Yesus menjadi sedih tinya dan sangat terharu (ay. 33). Ungkapan-ungkapan ini amat manusiawi. Termasuk juga rasa frustrasi, marah, karena merasa tak bisa langsung berbuat sesuatu. Yohanes menyelami yang dirasakan Yesus dan mengungkapkannya kembali bagi kita. Yesus bukan manusia yang di atas perasaan dan bisa membuat mukjizat begitu saja. Waktu itu ia betul-betul merasa tak berdaya menolong orang-orang yang mempercayainya. Karena itu ia pilu, geram, apa sajalah yang keluar dari lubuk hati ketika melihat orang menderita tanpa bisa berbuat banyak. Hanya bisa ikut merasakan kepedihan. Bahkan pada ay. 35 Yohanes menyebut Yesus menangis. Orang-orang Yahudi melihat dan bersimpati (ay 36-37) tapi juga menyangsikan apakah ia yang beberapa waktu sebelumnya bisa membuka mata orang buta kini akan dapat berbuat sesuatu. Memang Yesus merasa tidak dapat berbuat banyak. Dengan perasaan campur aduk ia cuma mau mendekat melihat sahabat yang sudah mendahului itu.

Di depan kubur orang yang telah menaruh kepercayaan kepadanya itu ia berseru kepada Bapa yang mengutusnya ke dunia. Ia memandang ke atas (ay. 41) dan mengucap doa syukur kepada Bapanya bahwa ada orang masih mau percaya bahwa ia sungguh utusanNya (ay. 41b-42). Kemudian ia berseru keras-keras memanggil keluar Lazarus - memanggil "Allah menolong" - itulah arti harfiah nama Lazarus. Seruan itu dua arahnya: pertama, seruan kepada Lazarus agar keluar dari tempat orang mati dan kedua, seruan kepada Allah sendiri yang menolong itu. Diseru oleh orang yang diberiNya sendiri kuasa, maka Allah tidak tinggal diam. Pembaca boleh bolak balik mendalami dua arah seruan ini dan merasa-rasakan daya yang menggumpal di dalam kata-kata Injil itu. Pada akhir petikan hari ini disebutkan, banyak orang yang menyaksikan peristiwa itu menjadi percaya. Itulah hikmat Injil.

Salam hangat,

A. Gianto


http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=4741

Rabu, 24 February 2010 Fokus Pada Orang Lain

Fokus Pada Orang Lain
Bacaan hari ini: Roma 15:1-13

Ayat mas hari ini: Roma 15:2

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 9-11; Markus 5:1-20

William Ward, penulis berbagai artikel dan puisi, pernah berkata, “Ada tiga kunci menuju kehidupan yang lebih berlimpah: memedulikan orang lain, memberi dorongan kepada orang lain, dan berbagi dengan orang lain.” Ketiganya melibatkan orang lain. Apa yang dikatakan Ward adalah gaya hidup yang seharusnya dimiliki oleh orang kristiani, yaitu mengutamakan orang lain dan membuat mereka memiliki keadaan yang lebih baik setelah bertemu dengan kita.

Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk memperhatikan sesama. Yang kuat wajib menanggung yang lemah (ayat 1). Selalu memberikan perhatian kepada orang lain akan membuat hidup kita lebih berarti. Dan yang terpenting, Allah akan dimuliakan melalui hidup kita (ayat 6-9). Jadi, jika ternyata kita meninggalkan seseorang dalam keadaan yang sama seperti saat kita menemuinya, berarti kita perlu berintrospeksi. Jangan-jangan selama ini kita hanya berpusat pada diri sendiri dan mengabaikan sesama. Ini salah satu hal yang membuat hidup kita tidak memuliakan Tuhan. Ingatlah bahwa kita tidak akan pernah mencapai kehidupan yang memuliakan Tuhan, sebelum kita melakukan hal berarti bagi orang lain.

Buatlah orang lain tersenyum, bersukacita, tertawa, kembali bersemangat, tabah menghadapi kenyataan hidup. Buatlah orang lain merasa dirinya berarti dan berharga. Ketika kita mencoba membuat orang lain lebih berbahagia, otomatis kita pun akan merasakan kebahagiaan. Jika kita mau lebih sedikit peka, kita tidak akan melewatkan setiap kesempatan untuk membuat orang lain merasa lebih baik saat bertemu dengan kita.

BUATLAH SESEORANG MERASAKAN KEADAAN YANG LEBIH BAIK

SETELAH BERTEMU DENGAN ANDA

Penulis: Petrus Kwik

Kamis, 18 Februari 2010

Dibalik kisah Lazarus

LAZARUS - "YANG MAHAKUASA SENDIRI MENOLONG!"



Rekan-rekan yang baik!

Kisah pembangkitan Lazarus (Yoh 11:1-45, Injil Minggu Prapaskah V tahun A) membantu kita mengenali siapa Yesus yang akan dirayakan pada hari Paskah nanti. Kisah ini sederhana tapi sarat dengan makna. Ketika itu ia sedang di seberang sungai Yordan, di luar wilayah Yudea, menyingkiri orang-orang yang mau merajamnya di wilayah Bait Allah (lihat Yoh 10:31). Dari Betania dekat Yerusalem terdengar kabar mengenai Lazarus yang sedang sakit. Orang ini saudara Maria dan Marta, kenalan baik dan murid Yesus dari kalangan yang lebih luas. Dua hari kemudian Yesus mengajak murid-muridnya ke Yudea - dalam pengertian mereka - untuk melayat Lazarus. Kembali ke Yudea? Risiko! Tapi Yesus tetap mau ke sana. Tapi dia itu kan terang yang dibutuhkan agar orang tetap lurus berjalan, tanpa dia orang akan tersandung jatuh di kegelapan (ay. 9-10).

Iman kepercayaan tumbuh perlahan-lahan dan bersandar pada macam-macam hal yang tak terduga. Dalam kisah pembangkitan Lazarus ini kita akan belajar banyak dari orang-orang yang berperan dalam peristiwa itu: Marta, Maria, Lazarus, orang-orang Yahudi yang ada di situ, dan dari Yesus sendiri juga.


Dalam bacaan pertama (Yeh 37:12-14) disampaikan akhir dari pengalaman batin Nabi Yehezkiel (lihat pula ayat 1-8) dibawa Roh Tuhan ke sebuah lembah yang dipenuhi tulang-tulang kering. Di sana ia ditanyai apakah tulang-tulang itu dapat hidup kembali. Nabi menjawab hanya Tuhan-lah yang tahu. Tuhan pun menegaskan Dia-lah yang memberi nafas - roh - hidup sehingga tulang-tulang itu hidup kembali. Maka Nabi disuruhNya bernubuat demikian. Yehezkiel pun melakukan perintah itu. Tulang-tulang itu melambangkan hidup umat yang mengering binasa. Tetapi kini Tuhan sendiri mendatangi dan memberi mereka RohNya sehingga mereka hidup kembali dan tinggal di negeri mereka. Ini terjadi agar diketahui benar-benar bahwa sabda dari Yang Mahakuasa mengujud dalam kenyataan. Dalam pengalaman batin sang nabi, jelas Tuhan sendirilah yang kini mendatangi umat yang binasa, mengering, menjadi tulang-tulang yang terserak-serak. RohNya akan memberi mereka urat, daging, kulit, dan nafas hidup. Hidup mereka akan seirama dengan Tuhan. Ini penglihatan batin sang nabi yang mengajak orang mengerti betapa Yang Mahakuasa tetap dapat dan bersedia berbagi nafas kehidupan dengan umatNya. Namun ada satu hal yang amat penting. Ini semua dinubuatkan atas perintahNya sendiri. Dan baru sungguh terjadi bila diterima dengan tulus. Itulah iman. Penglihatan batin ini berisi ajakan ke sana.

Dalam kisah Lazarus yang disampaikan Yohanes kali ini akan dapat diikuti bagaimana ketulusan iman seperti itu bertumbuh.

SAATNYA KE YUDEA

Ketika mendengar bahwa Yesus tiba di Betania, Marta pergi menyongsongnya di luar. Terjadilah pembicaraan yang menyentuh perasaan (ay. 21-27). Marta percaya, bila Yesus ada di situ ketika Lazarus sedang sakit, pasti ia tidak akan mati. Tapi sayang ia ada di tempat lain. Memang Yesus masih menunggu dua hari di seberang Yordan setelah mendengar berita mengenai sakitnya Lazarus (ay. 6). Terlambat!

Mengapa Yesus sengaja berlama-lama di seberang Yordan? Hendak membiarkan Lazarus mati dulu agar ia bisa bermukjizat? Penjelasan seperti ini tidak klop dengan akal sehat, juga tidak cocok dengan cara Yohanes menggambarkan Yesus. Di Kana dulu, kita ingat, ketika ibunya mengatakan persediaan anggur habis, Yesus malah menenangkannya (Yoh 2:4) dan mengatakan bahwa saatnya belum tiba. Kini ketika mendengar berita mengenai sakitnya Lazarus, Yesus menunggu saat yang tepat baginya. Kita boleh sedikit menengok ke depan: di kayu salib pada saat terakhir (Yoh 19:30) ia berseru: "Sudah tercapai!" harfiahnya "Sudah selesai!" dan ia menundukkan kepala dan menyerahkan nyawanya. Jelas, tinggal dua hari lebih lanjut di seberang Yordan itu untuk menanti saat yang tepat mengajak murid-murid ke Yudea. Terbayang pribadi orang bertindak sesuai dengan saat Yang Ilahi sendiri bertindak dan dengan demikian dapat menjadi tanda kehadiranNya di dunia ini. Penting disadari juga bahwa tujuan utama perjalanannya ialah "ke Yudea", bukan pertama-tama untuk mendatangi Lazarus yang akrab dengannya sekalipun. Dan arti ke Yudea jelas: menyongsong hari-hari ia ditolak, ditangkap, disalibkan, tapi juga dibangkitkan oleh Bapanya. Dalam rangka itulah Yesus pergi mendapati sahabatnya yang telah meninggal.

MARTA DAN MARIA

Baik Marta maupun Maria berkata bahwa seandainya Yesus ada di situ pastilah saudara mereka tidak mati (ay. 21 dan 32). Ini ungkapan kepercayaan yang tebal tanpa meremehkan perasaan menyesalkan kenapa kok dia tak ada di situ di saat-saat orang membutuhkannya.

Pendengar Injil kini boleh merasa siap ikut di dalam pembicaraan mereka. Tak ada yang meragukan bahwa Lazarus itu orang yang berjalan bersama dengan Yesus - sang terang sendiri. Lazarus orang yang dikasihi Yesus. Artinya, bukan sahabat akrab semata-mata. Bukan sisi itulah yang ditekankan. Orang yang dikasihi artinya dia yang rela menerima janji Yesus dan dengan demikian Yesus bertanggung jawab mengenai dia di hadapan Yang Mahakuasa, yakni Bapanya. Karena itu, Yesus mengatakan kepada Marta bahwa Lazarus akan bangkit (ay. 23). Yesus sendiri akan membawa hal ini ke hadapan BapaNya seperti dilakukannya nanti (ay. 41-42). Marta tidak segera menangkap. Yesus kembali menegaskan bahwa dia sendirilah kebangkitan (ay. 25). Baru dengan demikian Marta berani mempercayainya. Ia menegaskan (ay. 27) bahwa Yesus itu "Mesias, Anak Allah, dan dia yang akan datang ke dalam dunia." Maksudnya, dia itu orang yang diberi kuasa ilahi dan amat dekat dengan Allah sendiri, dan akan selalu hadir di antara manusia dengan segala suka dukanya. Tiga gelar itu mengungkapkan kesadaran akan siapa Yesus yang masih ada dalam ingatan orang beriman awal.

Arti nyata dari kata-kata Marta itu ditunjukkan kepada kita oleh Maria. Dalam ay. 32, Maria yang bertemu Yesus langsung bersujud di depan kakinya. Tindakan ini membadankan pernyataan Marta. Sujudnya Maria itu pengakuan bahwa Yesus itu dia yang diberi kuasa datang di tengah-tengah manusia di dunia ini dan menyertainya mendekat kepada Bapanya seperti Yesus sendiri dekat kepadaNya. Sekali lagi, pembaca diajak Yohanes memandangi kedua perempuan itu dan belajar dari mereka.

LAZARUS

Sudah empat hari Lazarus mati. Marta berkata, ia sudah membusuk (ay. 39). Terlambat untuk bangkit kembali! Tapi Yesus membuat Marta dan kita-kita ini ingat, bila kita percaya maka kita akan melihat kemuliaan Allah (ay. 40). Maksudnya, bila Marta atau siapa saja mau memasrahkan urusan yang toh tidak dapat kita tangani sendiri kepada dia yang diberi kuasa ilahi, kebesaran ilahi akan bisa dialami, entah apa bentuknya. Akhir peristiwa ini dapat diikuti dari Injil sendiri. Lazarus dipanggil keluar. Bahkan orang yang sudah mati empat hari dan membusuk itu masih taat kepada dia yang mendapat kuasa ilahi (Mesias) untuk membawa ke dekat kehadiran ilahi, yakni dirinya sendiri (Anak Allah) dan mendatangi dunia yang gelap di dalam kubur tadi. Maklum, dalam Injil Yohanes pengertian "dunia" dipakai dalam arti tempat gelap yang butuh diterangi kehadiran ilahi.

Orang yang sudah mati pun menaati kata-katanya! Peristiwa ini hebat. Tetapi makin didalami makin tak perlu membuat heran. Lazarus kan orang yang dikasihi, artinya, orang yang telah berjanji mau pasrah kepadanya dan menerima janji akan dilindungi. Orang seperti itu selalu dan tetap mendengarkan dia yang bersabda, tidak akan terhalang apapun, juga tidak oleh kematian. Inilah kenyataan yang tak kasat mata jasmani dan tak tecerna pikiran tapi bisa dicerap indra batin dan kepekaan iman. Yohanes juga mengajak kita belajar dari Lazarus si orang mati itu. Kematian tidak menutup pendengarannya bagi sabda ilahi.

Seperti Marta dan Maria, Lazarus pun mengungkapkan kepercayaan kepada Yesus dengan caranya sendiri: ia berjalan keluar dari kubur, menembus tabir maut, mendekat kepada dia yang memanggilnya. Dan ia pun kembali berada di tengah-tengah orang hidup.

YESUS

Ketika melihat Maria menangis dan menyaksikan ratapan orang-orang di situ, dikatakan Yesus menjadi sedih tinya dan sangat terharu (ay. 33). Ungkapan-ungkapan ini amat manusiawi. Termasuk juga rasa frustrasi, marah, karena merasa tak bisa langsung berbuat sesuatu. Yohanes menyelami yang dirasakan Yesus dan mengungkapkannya kembali bagi kita. Yesus bukan manusia yang di atas perasaan dan bisa membuat mukjizat begitu saja. Waktu itu ia betul-betul merasa tak berdaya menolong orang-orang yang mempercayainya. Karena itu ia pilu, geram, apa sajalah yang keluar dari lubuk hati ketika melihat orang menderita tanpa bisa berbuat banyak. Hanya bisa ikut merasakan kepedihan. Bahkan pada ay. 35 Yohanes menyebut Yesus menangis. Orang-orang Yahudi melihat dan bersimpati (ay 36-37) tapi juga menyangsikan apakah ia yang beberapa waktu sebelumnya bisa membuka mata orang buta kini akan dapat berbuat sesuatu. Memang Yesus merasa tidak dapat berbuat banyak. Dengan perasaan campur aduk ia cuma mau mendekat melihat sahabat yang sudah mendahului itu.

Di depan kubur orang yang telah menaruh kepercayaan kepadanya itu ia berseru kepada Bapa yang mengutusnya ke dunia. Ia memandang ke atas (ay. 41) dan mengucap doa syukur kepada Bapanya bahwa ada orang masih mau percaya bahwa ia sungguh utusanNya (ay. 41b-42). Kemudian ia berseru keras-keras memanggil keluar Lazarus - memanggil "Allah menolong" - itulah arti harfiah nama Lazarus. Seruan itu dua arahnya: pertama, seruan kepada Lazarus agar keluar dari tempat orang mati dan kedua, seruan kepada Allah sendiri yang menolong itu. Diseru oleh orang yang diberiNya sendiri kuasa, maka Allah tidak tinggal diam. Pembaca boleh bolak balik mendalami dua arah seruan ini dan merasa-rasakan daya yang menggumpal di dalam kata-kata Injil itu. Pada akhir petikan hari ini disebutkan, banyak orang yang menyaksikan peristiwa itu menjadi percaya. Itulah hikmat Injil.

Salam hangat,

A. Gianto

http://www.mirifica.net/artDetail.php?aid=4741

Kamis, 18 February 2010 Tidak Ambil Pusing

Tidak Ambil Pusing
Bacaan hari ini: 2 Samuel 16:5-14

Ayat mas hari ini: 2 Samuel 16:12

Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 23-24; Markus 1:1-22

Dalam bukunya Don’t Sweat the Small Stuff (Jangan memusingkan hal-hal sepele), Richard Carlson menulis, “Dalam hidup kita setiap hari, banyak hal kecil terjadi—kendaraan kita disalip dengan sembrono, dikritik secara tidak fair, kita memikul lebih banyak tugas dari yang lain, dan sebagainya—semua itu akan membebani hati dan pikiran kita, apabila kita tidak belajar untuk tidak memusingkan hal-hal kecil tersebut.”

Suatu kali, dalam masa pelarian dari kejaran Absalom, anaknya yang memberontak, tanpa diduga-duga Daud mendapat cercaan pedas dari Simei, salah seorang kerabat Saul. Begitu pedas dan tajam cercaan itu sampai-sampai Abisai, salah seorang pengawalnya, panas hati dan berkata, “Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya” (ayat 9). Akan tetapi, Daud tidak mau ambil pusing. Ia menegur Abisai dan kemudian melanjutkan perjalanan.

Mungkin sekarang ini kita pun tengah mengalami situasi tidak menyenangkan akibat sikap atau perilaku buruk orang-orang di sekitar kita; entah itu kelakuan rekan sekerja yang tidak pada tempatnya, sikap tetangga yang tidak bersahabat, atau gosip-gosip tidak benar yang disebarkan para pendengki. Daripada kita terus memikirkan dan memasukkannya ke dalam hati, malah bikin susah sendiri, lebih baik kita tidak ambil pusing. Sayang waktu dan tenaga kita. Apalagi kita juga jadi tidak bisa menikmati hidup ini. Serahkan saja semuanya itu kepada Tuhan. Biarkan Tuhan yang menjadi “hakim”. Seperti kata Daud, siapa tahu hal-hal itu justru Tuhan pakai sebagai sarana untuk mencurahkan kebaikan-Nya kepada kita (ayat 12).

KADANG TIDAK AMBIL PUSING DENGAN KELAKUAN BURUK ORANG LAIN ITU PERLU


http://www.renunganharian.net/utama.php?tanggalnya=2010-02-18

Kamis, 11 Februari 2010

Kamis, 11 February 2010 Pengaruh LIngkungan

Pengaruh Lingkungan


Baca: 1 Raja-Raja 12:1-15

Ayat Mas: 1 Raja-Raja 12:8

Bacaan Alkitab Setahun: Efesus 1-3

Atta adalah seorang arsitek dari Mesir yang sangat cerdas. Karena kecerdasannya ini, ia dapat melanjutkan pendidikan di Jerman dan kemudian bekerja di sana. Namun dalam perkembangannya, ia bergabung ke dalam suatu kelompok kepercayaan garis keras. Di situ ia berubah dari seorang arsitek yang penuh potensi menjadi orang yang ekstrem dan bahkan kemudian menjadi salah seorang dalang dari tragedi 11 Septem-ber 2001 di Amerika Serikat.Sebagai makhluk sosial, lingkungan di mana kita berada pasti akan memengaruhi kita. Seperti yang terjadi pada Atta, dan juga pada Rehabeam.

Saat itu, Rehabeam harus menanggapi rakyatnya yang meminta keringanan atas pekerjaan yang diberikan oleh pendahulunya (ayat 4). Sebenarnya, Rehabeam bisa mendapat nasihat bijak dari para tua-tua yang dulu mendampingi ayahnya, Salomo (ayat 6,7), yakni untuk memberi tanggapan baik supaya rakyat itu menjadi hamba-hambanya yang setia. Namun sayang, Rehabeam dikelilingi oleh teman-teman yang tidak bijaksana, dan ia terpengaruh untuk mengikuti nasihat mereka yang buruk. Karena itulah Rehabeam tercatat sebagai orang yang mengakibatkan kerajaan Israel terpecah.

Siapa saja teman-teman terdekat kita dan sejauh mana mereka memengaruhi kita? Apakah mereka membawa kita lebih dekat dengan Tuhan? Jika ya, mari kita terus menjaga persekutuan dengan mereka agar kita semakin bertumbuh. Namun jika sebaliknya, malah memberi pengaruh buruk atas kita, jangan sungkan keluar dan men-cari lingkungan pergaulan yang sehat yang bisa mendorong kita untuk hidup sesuai identitas kita sebagai umat-Nya

Perilaku dan cara pandang kita sangat dipengaruhi oleh perilaku dan cara pandang orang-orang terdekat kita

Penulis: Alison Subiantoro

http://www.renunganharian.net/lihatrenungan.php?judul=Pengaruh%20Lingkungan&nama=

Rabu, 10 Februari 2010

Rabu, 10 February 2010 Semangat Persahabatan

Semangat Persahabatan

Bacaan hari ini: 2 Samuel 17:27-29
Ayat mas hari ini: Amsal 17:17
Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 8-10; Matius 25:31-46
Maggie Hamilton, seorang murid Sekolah Dasar di Michigan, Amerika Serikat, menulis surat ini: “Hai, semoga keluarga dan teman-temanmu baik-baik saja. Di gereja, saya berdoa untukmu dan negaramu. Di sekolah, kami mengumpulkan dana untuk negaramu. Maka, kami membuat gelang tsunami. Saya membuat satu untukmu. Semoga kamu menyukainya. Saya akan terus berdoa untukmu dan negaramu di gereja.”

Dan, Nada Lutfiyyah, anak sebatang kara yang kehilangan orangtua, kakak, dan adiknya dalam peristiwa tsunami di Aceh, membalas surat itu, “Sahabatku, namaku Nada Lutfiyyah. Saya sangat senang dan terharu menerima suratmu. Saya kehilangan seluruh keluarga saya dan sekarang tinggal bersama sepupu saya. Saya senang atas perhatianmu. Semoga saya segera menerima gelang pemberianmu karena saya ingin mengenakannya di tangan ini untuk mengingatkan diri sendiri, bahwa saya sekarang memiliki seorang sahabat.” Dua sahabat itu bertemu di Istana Negara pada perayaan HUT kemerdekaan Indonesia ke-63, atas undangan Presiden SBY.

Maggie dan Nada mengajarkan satu hal, bahwa persahabatan melewati batas-batas jarak, suku, status, warna kulit, dan agama. Kuncinya adalah ketulusan untuk saling memberi serta keterbukaan untuk saling menerima. Hal serupa kita baca dalam 2 Samuel 17:27-29. Daud tengah terlunta-lunta karena melarikan diri dari Absalom, anaknya yang memberontak. Saat pasukannya kelelahan, beberapa orang dari bangsa lain; Sobi bin Nahas, Makhir bin Amiel, dan Barzilai, mengulurkan tangan memberi bantuan. Alangkah baiknya jika kita pun memiliki semangat persahabatan seperti itu.

KETULUSAN DAN KETERBUKAAN ADALAH KUNCI PERSAHABATAN

Selasa, 09 Februari 2010

Selasa, 9 February 2010 Iman Yang Mahal

Iman yang Mahal


Baca: 1 Petrus 1:3-9

Ayat Mas: 1 Petrus 1:6

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 27-28; Matius 21:1-22

Pollicarpus adalah uskup kota Smirna (sekarang daerah Izmir, Turki. Kota ini juga disebut dalam Wahyu 2:8-11). Ketika itu sedang terjadi penganiayaan besar-besaran terhadap orang kristiani. Mereka dikejar hendak dibunuh kalau tidak mau mengakui kaisar sebagai Tuhan. Pollicar­pus juga ditangkap. Sebenarnya, ia punya kesempatan untuk melarikan diri, tetapi ia memilih bertahan. Kepadanya lalu diberikan pilihan: mengakui Kaisar sebagai Tuhan atau dibakar hidup-hidup? Jawab Pollicarpus, “Selama 88 tahun aku melayani Dia, tidak sekali pun Yesus mengecewakan aku. Bagaimana mungkin sekarang aku menghujat Rajaku yang telah menyelamatkan aku?” Ia akhirnya mati. Namun, ucapan Pollicarpus di ujung usianya itu menjadi sangat terkenal, dan menggambarkan seseorang yang bersedia mati demi mempertahankan kesetiaan pada imannya.

Iman, seperti juga cinta, teruji pada saat yang sulit. Semakin mahal “harga” yang harus dibayar untuk iman kita, maka semakin cemerlanglah “kilau” yang ditampakkannya. Kesaksian hidup Pollicarpus di atas menunjukkan hal itu. Sangat menggugah hati. Sejalan dengan yang dinasihatkan Petrus kepada jemaatnya yang tengah menanggung rupa-rupa pencobaan. “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu—, yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api” (ayat 7).

Apakah saat ini iman Anda tengah mengalami tantangan dan tentangan berbagai kesulitan? Jangan kecil hati. Lihatlah itu sebagai kesempatan untuk “naik kelas”. Berjalan terus dalam iman. Apabila semua itu berlalu, dan Anda keluar sebagai pemenang, sungguh alangkah indahnya, bukan?

KALAU KITA TIDAK PERNAH MENGALAMI ”UJIAN”, KITA TIDAK AKAN PERNAH ”NAIK KELAS”

http://www.renunganharian.net/lihatrenungan.php?judul=Iman

Senin, 08 Februari 2010

Senin, 8 February 2010 Hati yang Tulus

Hati yang Tulus
Baca: Kisah Para Rasul 1:15-26


Ayat Mas: Mazmur 97:11
Bacaan Alkitab Setahun: Imamat 4-5; Matius 24:29-51

Wajahnya lugu. Sederhana. Tutur katanya simpatik. ”Soal gaji sih terserah saja. Saya terima. Yang penting bisa kerja membantu Tuan dan Nyonya,” ujar Yati. Sang majikan terkesan. Yati diterima menjadi pembantu rumah tangga. Ia dipercaya. Kunci-kunci rumah dipegangnya. Dua bulan kemudian, majikannya sangat kaget ketika tiba di rumah. Semua barang berharga mereka habis terkuras. Yati lenyap. Rupanya ia adalah anggota sindikat perampok yang beraksi dengan bepura-pura menjadi pembantu. Wajahnya tulus, namun hatinya bulus!

Sulit mencari orang berhati tulus. Langka, tetapi sangat berharga. Waktu mencari pengganti Yudas, para murid tidak mencari orang hebat. Belajar dari pengkhianatan Yudas, mereka sadar bahwa faktor terpenting yang harus ada dalam diri seorang murid adalah ketulusan hati. Namun siapa yang bisa mengenal isi hati? Tuhan! Mereka pun lantas berdoa: “Ya Tuhan, Engkaulah yang mengenal hati semua orang, tunjukkanlah kiranya siapa yang Engkau pilih” (ayat 24). Soal hati itu perkara penting. Percuma menjadi orang berprestasi apabila tanpa ketulusan hati. Akhirnya, Tuhan memilih Matias, tokoh yang tidak terkenal. Namanya tak pernah muncul dalam kitab Injil maupun surat Rasuli. Ia bekerja dibalik layar. Namun, ketulusan hatinya membuat Tuhan berkenan.

Orang yang tulus hati membuat rencana tanpa intrik. Berbicara tanpa melebih-lebihkan. Memberi bantuan tanpa pamrih. Menampilkan diri apa adanya tanpa berusaha terlihat suci. Ia benci kemunafikan dan kepalsuan. Seperti itukah Anda? Apakah Anda dikenal sebagai orang yang tulus hati?

Tanpa hati yang diwarnai ketulusan, Anda tidak bisa membuat Allah terkesan


Penulis: Juswantori Ichwan


http://www.renunganharian.net/lihatrenungan.php?judul=Hati%20yang%20Tulus&nama=